— Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan akan memasukkan kelompok Antifa ke dalam daftar kelompok teroris.
Itu dilakukan terkait aksi rusuh hingga penjarahan yang mendompleng protes solidaritas atas kematian warga kulit hitam AS, Geogre Floyd di Minneapolis, Minnesota pada awal pekan lalu.
“Amerika Serikat akan memasukkan ANTIFA sebagai Organisasi Teroris,” demikian kicauan Trump di akun Twitter-nya, Minggu (31/5).
Untuk diketahui, Trump dan para pembantunya telah menuding Antifa dan kelompok–yang mereka sebut ekstremis sayap kiri–telah membajak aksi damai warga menuntut keadilan atas kematian Floyd.
George Floyd meninggal karena lehernya dikunci menggunakan lutut oleh polisi yang menangkapnya dengan tuduhan membelanjakan uang palsu di Minneapolis pada awal pekan lalu. Buntut kematian Floyd tersebut, muncul protes antirasialisme di seluruh wilayah AS, bahkan menular ke wilayah lain di dunia termasuk di Eropa.
Namun, tengah pekan lalu, aksi protes tersebut diwarnai perusakan dan penjarahan di sejumlah kota di AS seperti di Minneapolis, St Paul, hingga Atlanta.
Dalam rangkaian kicauannya tersebut, Trump memberikan pujian terhadap pasukan Garda Nasional yang berhasil mengembalikan keamanan di Minneapolis pada Sabtu (30/5) lalu. Ia pun menyindir pemimpin kota tersebut–yang kebetulan berada di lain kubu partai politik–terlambat mengantisipasi aksi rusuh.
“ANTIFA yang memimpin anarkisme, di antara lainnya, telah dimatikan dengan cepat. Yang seharusnya mampu diselesaikn Wali Kota pada malam pertama dan tak menjadi masalah lagi,” kicau Trump.
Kicauan Trump itu merujuk pada Wali Kota Minneapolis Jacob Frey. Frey adalah politikus Demokrat, lawan politik Trump yang berasal dari Partai Republik.
Seperti dilansir AFP, Antifa adalah kependekan dari Antifasis–sebuah kelompok akivis radikal yang berkembang dalam beberapa tahun terahir.
Kelompok ini mulai menggeliat sejak demonstrasi rasialisme di Charlottesville, Virginia, pada 2017 silam. Kelompok ini tak diketahui apakah memiliki struktur kepemimpinan, sementara para anggotanya dikenal kerap menggunakan busana serba hitam, memprotes rasialisme, menentang nilai-nilai sayap kanan yang mereka sebut sebagai fasisme.
Dan, menggunakan taktik kekerasan sebagai cara untuk menjustifikasi pertahanan diri.