DEWATOGEL – Larangan penggunaan TikTok untuk kalangan staf pemerintahan meluas ke berbagai negara. Selain pemerintah Amerika Serikat (AS), saat ini terhitung ada 10 negara yang melarang penggunaan aplikasi video pendek besutan Bytedance tersebut, termasuk Uni Eropa.
Beberapa di antaranya menuding TikTok melakukan spionase. Terkini, Selandia Baru pada Jumat 17 Maret 2023, mengumumkan larangan TikTok pada perangkat dengan akses ke jaringan parlementernya (kalangan pemerintah).
Sejumlah pejabat di Selandia Baru mengatakan bahwa larangan TikTok itu akan mulai berlaku pada akhir Maret 2023. Kepala Eksekutif Layanan Parlemen Selandia Baru, Rafael Gonzalez-Montero, mengatakan keputusan itu dibuat setelah berdiskusi dengan pakar keamanan siber dan beberapa negara lain.
“Berdasarkan informasi yang kami dapat, TikTok dinilai berisiko sehingga tidak dapat diterima di lingkungan Parlemen Selandia Baru saat ini,” kata Rafael kepada Reuters, dikutip Rabu (22/3/2023).
Dalam beberapa tahun terakhir, TikTok, telah menghadapi serangkaian penjegalan, di mana sejumlah lembaga pemerintah dan pakar keamanan siber menuduh aplikasi berbagi data pengguna–seperti riwayat penelusuran, lokasi, dan pengenal biometrik–ke pemerintah China.
Namun, perusahaan telah membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa aplikasi dijalankan secara independen atau tidak ada kaitannya dengan pemerintah China.
Pihak aplikasi TikTok juga menyatakan sangat kecewa karena pelarangan tersebut dilakukan tanpa deliberasi atau bukti.
Menurut juru bicara TikTok Indonesia, larangan itu didasarkan pada misinformasi mendasar mengenai perusahaan mereka. Di sisi lain, perusahaan juga menghargai sejumlah pemerintah negara yang tidak melakukan pelarangan.
“Kami menghargai beberapa pemerintah (negara) dengan bijak memilih untuk tidak menerapkan larangan karena kurangnya bukti yang mendukung kebutuhan untuk memberlakukan larangan tersebut,” tutur juru bicara TikTok Indonesia yang enggan disebutkan namanya saat dihubungi Tekno Liputan6.com, Selasa (21/3/2023).
Apa Alasan Mereka Melarang TikTok?
Lantas, apa alasan AS dan sejumlah negara di atas menjegal TikTok? Pengamat keamanan siber Pratama Persadha menuturkan, langkah AS dan sejumlah negara sekutu terhadap TikTok dilakukan atas dasar aplikasi itu dianggap sebagai alat OSINT (Open Source Intelligence) bagi pemerintah Tiongkok.
Ia menuturkan, beberapa hal yang sudah diakukan AS kini juga diikuti beberapa negara sekutu lainnya. Sebagai contoh, AS telah melarang penggunaan TikTok di kalangan militer dan pejabat pemerintah, beberapa negara sekutu seperti Australia dan India juga melakukan hal serupa.
“Selain itu, AS telah memulai investigasi terhadap TikTok terkait masalah privasi dan keamanan data pengguna. Pemerintah AS juga meminta TikTok untuk menjelaskan cara mereka mengumpulkan dan menggunakan data pengguna,” tutur Pratama kepada Tekno Liputan6.com.
Bahkan, beberapa perusahaan AS termasuk Microsoft telah menawarkan untuk mengakuisisi TikTok untuk menghindari masalah keamanan dan privasi karena dianggap kepemilikan perusahaan tersebut terkait oleh pemerintah Tiongkok.
Menurut Pratama, secara umum dalam menghadapi TikTok, AS dan negara sekutu memang menunjukkan kekhawatiran serius terhadap penggunaan aplikasi media sosial sebagai alat OSINT oleh pemerintah Tiongkok.
Ia menuturkan, tindakan yang diambil itu mencerminkan kekhawatiran atas keamanan dan privasi data pengguna, serta perlunya mempertahankan kontrol atas data tersebut. Namun, tindakan itu juga memunculkan polemik terkait kebebasan berekspresi dan pengaruh politik dalam bisnis global.
Terlebih, menurut Pratama, popularitas TikTok saat ini memang terus menanjak. Pengguna aktifnya bahkan dilaporkan telah melewati Instagram milik grup Meta Facebook.
Kendati demikian, ia merasa tidak semua negara akan mengikuti AS dengan melarang dan membatasi TikTok. Terkait klaim sebagai alat operasi intelijen sendiri, ia menekankan, hal ini sebenarnya bisa diklaim oleh dua pihak.
“Soal klaim digunakan sebagai operasi intelijen dalam hal perang big data, jelas ini bisa diklaim oleh kedua pihak. AS mengklaim Tiktok sebagai alat spionase, begitu juga Tiongkok menuduh raksasa teknologi asal AS seperti Google dan FB sebagai alat spionase,” ujarnya menjelaskan.
Dalam hal ini, posisi Indonesia sendiri juga jelas, yakni mengamankan data pribadi dan dan data penting lain dari eksploitasi asing. Karenanya, tinggal menunggu pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) untuk membatasi eksploitasi data warga Indonesia dari raksasa teknologi negara mana pun.
Baca berita terbaru dan menarik lainnya hanya di paitodewatogel.net